PENDAHULUAN
Kalimat “Satu Visi – Satu Identitas – Satu Komunitas” – menjadi visi dan komitmen bersama yang hendak diwujudkan
oleh ASEAN pada tahun 2020. Tetapi mungkinkah cita-cita tersebut dapat
dicapai oleh negara-negara ASEAN (Indonesia, Malaysia, Filipina,
Singapura, Thailan, Brunai Darussalam, Kamboja, Vietnam, Laos dan Myanmar) dalam
waktu kurang dari satu dasawarsa lagi. Berdasarkan catatan dan laporan dari
berbagai sumber menunjukkan bahwa cita-cita bersama yang
terintegrasi dalam suatu komunitas yang disebut Masyarakat Asean(Asean
Community) ini masih harus menghadapi berbagai tantangan dan
rintangan yang terdapat pada masing-masing negara anggota.
Beberapa
tahapan awal mesti diwujudkan untuk merealisasikan target atau sasaran bersama
Masyarakat Asean tersebut, di antaranya adalah melalui penerapan Masyarakat
Ekonomi Asean (Asean Economic Community) pada tahun 2015.
Kesepakatan
bersama untuk mengintegrasikan berbagai negara Asean (Indonesia,
Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, Brunai Darussalam, Kamboja, Vietnam,
Laos dan Myanmar) yang masing-masing memiliki latar-belakang
sosial-budaya, ideologi politik, ekonomi dan kepentingan berbeda ke dalam
suatu komunitas yang disebut Masyarakat Ekonomi Asean ini masih menghadapi
sejumlah kendala besar, khususnya bagi Indonesia yang masih dihadapkan dengan
berbagai masalah multi dimensi yang sarat kepentingan.
Masyarakat
Ekonomi Asean dengan sasarannya yang mengintegrasikan ekonomi regional
Asia Tenggara menggambarkan karakteristik utama dalam bentuk pasar tunggal
dan basis produksi, kawasan ekonomi yang sangat kompetitif, kawasan
pengembangan ekonomi yang merata atau seimbang, dan kawasan yang terintegrasi
sepenuhnya menjadi ekonomi global.Sebagai pasar tunggal kawasan terpadu Asean
dengan luas sekitar 4,47 juta km persegi yang didiami oleh lebih dari 600 juta
jiwa dari 10 negara anggota ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan
memacu daya saing ekonomi kawasan Asean yang diindikasikan melalui terjadinya
arus bebas (free flow) : barang, jasa, investasi, tenaga
kerja, dan modal.
PENGERTIAN MEA (
MASYARAKAT EKONOMI ASEAN)
MEA adalah bentuk integrasi ekonomi
ASEAN dalam artian adanya system perdagaangan bebas antara Negara-negara asean.
Indonesia dan sembilan negara anggota ASEAN lainnya telah menyepakati
perjanjian Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Community
(AEC).
Pada KTT di Kuala Lumpur pada
Desember 1997 Para Pemimpin ASEAN memutuskan untuk mengubah ASEAN menjadi
kawasan yang stabil, makmur, dan sangat kompetitif dengan perkembangan ekonomi
yang adil, dan mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial-ekonomi.
Pada KTT Bali pada bulan Oktober
2003, para pemimpin ASEAN menyatakan bahwa Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan
menjadi tujuan dari integrasi ekonomi regional pada tahun 2020, ASEAN Security
Community dan Komunitas Sosial-Budaya ASEAN dua pilar yang tidak terpisahkan
dari Komunitas ASEAN. Semua pihak diharapkan untuk bekerja secara yang kuat
dalam membangun komunitas ASEAN pada tahun 2020 mendatang.
Selanjutnya, Pertemuan Menteri
Ekonomi ASEAN yang diselenggarakan pada bulan Agustus 2006 di Kuala Lumpur,
Malaysia, sepakat untuk memajukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dengan target
yang jelas dan jadwal untuk pelaksanaan.
Pada KTT ASEAN ke-12 pada bulan
Januari 2007, para Pemimpin menegaskan komitmen mereka yang kuat untuk
mempercepat pembentukan Komunitas ASEAN pada tahun 2015 yang diusulkan di ASEAN
Visi 2020 dan ASEAN Concord II, dan menandatangani Deklarasi Cebu tentang
Percepatan Pembentukan Komunitas ASEAN pada tahun 2015 Secara khusus, para
pemimpin sepakat untuk mempercepat pembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN
pada tahun 2015 dan untuk mengubah ASEAN menjadi daerah dengan perdagangan
bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil, dan aliran modal yang
lebih bebas.
KARAKTERISTIK MEA (
MASYARAKAT EKONOMI ASEAN)
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
adalah realisasi tujuan akhir dari integrasi ekonomi yang dianut dalam Visi
2020, yang didasarkan pada konvergensi kepentingan negara-negara anggota ASEAN
untuk memperdalam dan memperluas integrasi ekonomi melalui inisiatif yang ada
dan baru dengan batas waktu yang jelas. dalam mendirikan Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA), ASEAN harus bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip terbuka,
berorientasi ke luar, inklusif, dan berorientasi pasar ekonomi yang konsisten
dengan aturan multilateral serta kepatuhan terhadap sistem untuk kepatuhan dan
pelaksanaan komitmen ekonomi yang efektif berbasis aturan.
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan
membentuk ASEAN sebagai pasar dan basis produksi tunggal membuat ASEAN lebih
dinamis dan kompetitif dengan mekanisme dan langkah-langkah untuk memperkuat
pelaksanaan baru yang ada inisiatif ekonomi; mempercepat integrasi regional di
sektor-sektor prioritas; memfasilitasi pergerakan bisnis, tenaga kerja terampil
dan bakat; dan memperkuat kelembagaan mekanisme ASEAN. Sebagai langkah awal
untuk mewujudkan Masyarakat Ekonomi ASEAN.
Pada saat yang sama, Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) akan mengatasi kesenjangan pembangunan dan mempercepat
integrasi terhadap Negara Kamboja, Laos, Myanmar dan VietNam melalui Initiative
for ASEAN Integration dan inisiatif regional lainnya.
Bentuk Kerjasamanya adalah :
- Pengembangan sumber daya manusia dan
peningkatan kapasitas;
- Pengakuan kualifikasi profesional;
- Konsultasi lebih dekat pada
kebijakan makro ekonomi dan keuangan;
- Langkah-langkah pembiayaan
perdagangan;
- Meningkatkan infrastruktur
- Pengembangan transaksi elektronik
melalui e-ASEAN;
- Mengintegrasikan industri di seluruh
wilayah untuk mempromosikan sumber daerah;
- Meningkatkan keterlibatan sektor
swasta untuk membangun Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
- Pentingnya perdagangan eksternal
terhadap ASEAN dan kebutuhan untuk Komunitas ASEAN secara keseluruhan untuk
tetap melihat ke depan,
karakteristik utama Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA):
- Pasar dan basis produksi tunggal,
- Kawasan ekonomi yang kompetitif,
- Wilayah pembangunan ekonomi yang
merata
- Daerah terintegrasi penuh dalam
ekonomi global.
Karakteristik ini saling berkaitan
kuat. Dengan Memasukkan unsur-unsur yang dibutuhkan dari masing-masing
karakteristik dan harus memastikan konsistensi dan keterpaduan dari unsur-unsur
serta pelaksanaannya yang tepat dan saling mengkoordinasi di antara para
pemangku kepentingan yang relevan.
PERUBAHAN – PERUBAHAN
SETELAH ADA MEA ( MASYARAKAT EKONOMI ASEAN)
Prosedur Bea Cukai Lebih Sederhana
Menurut Tari, Masyarakat Ekonomi
ASEAN akan memiliki sistem yang dapat memantau pergerakan barang dalam
perjalanannya ke negara-negara ASEAN. Tidak hanya itu, izin barang ekspor pun
akan lebih cepat. Ini akan menghemat waktu dan biaya ekspor.
Adanya Sistem Self-Certification
Ini adalah sistem yang memungkinkan
pengekspor menyatakan keaslian produk mereka sendiri dan menikmati tarif
preferensial di bawah skema ASEAN-FTA (Free Trade Area). Tanggung
jawab utama dari sertifikasi asal dilakukan oleh perusahaan yang ikut
berpartisipasi dengan menyertakan faktur komersial dokumen seperti tagihan, delivery order, atau packaging list.
Fungsinya adalah memudahkan pebisnis
dalam melakukan ekspansi ke negara-negara anggota ASEAN lainnya.
Harmonisasi Standar Produk
Meski masih belum ditetapkan seperti
apa standar dari masing-masing jenis produk, namun ASEAN akan memberlakukan
sistem yang meminta masing-masing industri agar sesuai dengan standar kualitas
mereka.
Hingga saat ini, terdapat 7 jenis
produk yang menjadi prioritas mereka.
- Produk karet
- Obat tradisional
- Kosmetik
- Pariwisata
- Sayur dan buah segar
- Udang dan budidaya perikanan
- Ternak
Selain ketiga hal di atas, ada juga penjelasan
bahwa pemerintah akan mendukung program globalisasi UKM, seperti:
- Mencari pasar baru di luar negeri
- Promosi ekspor
- Delegasi promosi perdagangan
- Mendorong spesialisasi dalam
memperluas pasar luar negeri
- Mendukung pencapaian standar
internasional
- Mendukung pengembangan global brand
Memberi bantuan kepada UKM yang
memiliki prospek baik untuk mengekspor produknya
Tugas utama kita sebagai warga
Negara adalah bagaimana merubah image
terhadap barang - barang lokal dibawah standar kualitas yang mayoritas
dengan harga relatif mahal dari barang impor. Ya, masih banyaknya anggapan
tentang merek luar lebih berkualitas ketimbang produk lokal akan mempersulit
pelaku UKM, padahal tidak sepenuhnya begitu.
Untuk itu, tiap UKM harus
memperbaiki kualitas produknya agar semua konsumen bisa bangga dengan
kualitasnya. Pemerintah juga dirasa perlu untuk terus mengedukasi masyarakat
agar cinta terhadap produk lokal, dan masyarakat juga perlu menghilangkan
persepsi yang kerap menilai buruk merek lokal.
ELEMEN-ELEMEN UTAMA
DALAM MEA 2015
Terdapat empat hal yang
akan menjadi fokus MEA pada tahun 2015 yang dapat dijadikan suatu momentum yang
baik untuk Indonesia.
Pertama, negara-negara
di kawasan Asia Tenggara ini akan dijadikan sebuah wilayah kesatuan pasar dan
basis produksi. Dengan terciptanya kesatuan pasar dan basis produksi maka akan
membuat arus barang, jasa, investasi, modal dalam jumlah yang besar, dan
skilled labour menjadi tidak ada hambatan dari satu negara ke negara lainnya di
kawasan Asia Tenggara.
Kedua, MEA akan dibentuk
sebagai kawasan ekonomi dengan tingkat kompetisi yang tinggi, yang memerlukan
suatu kebijakan yang meliputi competition
policy, consumer protection, Intellectual Property Rights (IPR), taxation, dan E-Commerce. Dengan demikian,
dapat tercipta iklim persaingan yang adil; terdapat perlindungan berupa
sistem jaringan dari agen-agen perlindungan konsumen; mencegah terjadinya
pelanggaran hak cipta; menciptakan jaringan transportasi yang efisien, aman,
dan terintegrasi; menghilangkan sistem Double
Taxation, dan; meningkatkan perdagangan dengan media elektronik berbasis online.
Ketiga, MEA pun akan
dijadikan sebagai kawasan yang memiliki perkembangan ekonomi yang merata,
dengan memprioritaskan pada Usaha Kecil Menengah (UKM). Kemampuan daya saing
dan dinamisme UKM akan ditingkatkan dengan memfasilitasi akses mereka terhadap
informasi terkini, kondisi pasar, pengembangan sumber daya manusia dalam hal
peningkatan kemampuan, keuangan, serta teknologi.
Keempat, MEA akan
diintegrasikan secara penuh terhadap perekonomian global. Dengan dengan
membangun sebuah sistem untuk meningkatkan koordinasi terhadap negara-negara
anggota. Selain itu, akan ditingkatkan partisipasi negara-negara di kawasan
Asia Tenggara pada jaringan pasokan global melalui pengembangkan paket bantuan
teknis kepada negara-negara Anggota ASEAN yang kurang berkembang. Hal tersebut
dilakukan untuk meningkatkan kemampuan industri dan produktivitas sehingga
tidak hanya terjadi peningkatkan partisipasi mereka pada skala regional namun
juga memunculkan inisiatif untuk terintegrasi secara global.
DAMPAK MEA 2015 BAGI
INDONESIA
Bagi Indonesia sendiri,
MEA akan menjadi kesempatan yang baik karena hambatan perdagangan akan
cenderung berkurang bahkan menjadi tidak ada. Hal tersebut akan berdampak pada
peningkatan eskpor yang pada akhirnya akan meningkatkan GDP Indonesia. Di sisi
lain, muncul tantangan baru bagi Indonesia berupa permasalahan homogenitas
komoditas yang diperjualbelikan, contohnya untuk komoditas pertanian, karet,
produk kayu, tekstil, dan barang elektronik (Santoso, 2008). Dalam hal ini competition risk akan muncul dengan banyaknya barang
impor yang akan mengalir dalam jumlah banyak ke Indonesia yang akan mengancam
industri lokal dalam bersaing dengan produk-produk luar negri yang jauh lebih
berkualitas. Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan defisit neraca perdagangan
bagi Negara Indonesia sendiri.
Pada sisi investasi,
kondisi ini dapat menciptakan iklim yang mendukung masuknya Foreign Direct Investment (FDI) yang dapat menstimulus
pertumbuhan ekonomi melalui perkembangan teknologi, penciptaan lapangan kerja,
pengembangan sumber daya manusia (human capital) dan akses yang lebih
mudah kepada pasar dunia. Meskipun begitu, kondisi tersebut dapat memunculkan exploitation risk. Indonesia
masih memiliki tingkat regulasi yang kurang mengikat sehingga dapat menimbulkan
tindakan eksploitasi dalam skala besar terhadap ketersediaan sumber daya alam
oleh perusahaan asing yang masuk ke Indonesia sebagai negara yang memiliki
jumlah sumber daya alam melimpah dibandingkan negara-negara lainnya. Tidak
tertutup kemungkinan juga eksploitasi yang dilakukan perusahaan asing dapat
merusak ekosistem di Indonesia, sedangkan regulasi investasi yang ada di
Indonesia belum cukup kuat untuk menjaga kondisi alam termasuk ketersediaan
sumber daya alam yang terkandung.
Dari aspek
ketenagakerjaan, terdapat kesempatan yang sangat besar bagi para pencari kerja
karena dapat banyak tersedia lapangan kerja dengan berbagai kebutuhan akan
keahlian yang beraneka ragam. Selain itu, akses untuk pergi keluar negeri dalam
rangka mencari pekerjaan menjadi lebih mudah bahkan bisa jadi tanpa ada
hambatan tertentu. MEA juga menjadi kesempatan yang bagus bagi para
wirausahawan untuk mencari pekerja terbaik sesuai dengan kriteria yang diinginkan.
Dalam hal ini dapat memunculkan risiko
ketenagakarejaan bagi
Indonesia. Dilihat dari sisi pendidikan dan produktivitas Indonesia masih kalah
bersaing dengan tenaga kerja yang berasal dari Malaysia, Singapura, dan
Thailand serta fondasi industri yang bagi Indonesia sendiri membuat Indonesia
berada pada peringkat keempat di ASEAN (Republika Online, 2013).
Dengan hadirnya ajang
MEA ini, Indonesia memiliki peluang untuk memanfaatkan keunggulan skala ekonomi
dalam negeri sebagai basis memperoleh keuntungan. Namun demikian, Indonesia
masih memiliki banyak tantangan dan risiko-risiko yang akan muncul bila MEA
telah diimplementasikan. Oleh karena itu, para risk professional diharapkan dapat lebih peka terhadap
fluktuasi yang akan terjadi agar dapat mengantisipasi risiko-risiko yang muncul
dengan tepat. Selain itu, kolaborasi yang apik antara otoritas negara dan para
pelaku usaha diperlukan, infrastrukur baik secara fisik dan sosial(hukum dan
kebijakan) perlu dibenahi, serta perlu adanya peningkatan kemampuan serta daya
saing tenaga kerja dan perusahaan di Indonesia. Jangan sampai Indonesia hanya
menjadi penonton di negara sendiri di tahun 2015 mendatang.
PERSIAPAN MENGHADAPI
MEA ( MASYARAKAT EKONOMI ASEAN)
Kesiapan
Menjelang Pemberlakukan Masyarakat Ekonomi Asean
Meski tercatat
sebagai negara yang memiliki kekayaan sumber daya alam melimpah ruah dengan
luas dan populasi terbesar di antara negara-negara lainnya di Asean, Indonesia
diperkirakan masih belum siap menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean pada
tahun 2015. Pernyataan bernada skeptis atas kesiapan Indonesia menghadapi
Masyarakat Ekonomi Asean juga diungkapkan oleh Wakil Ketua Umum Kamar Dagang
dan Industri Bidang Tenaga Kerja, Benny Soetrisno beberapa waktu lalu dalam
Seminar Kesiapan Tenaga Kerja dalam Menghadapi Pasar Asean.
Pernyataan
tersebut adalah sangat beralasan mengingat bahwa masih ada sejumlah masalah
mendasar yang menimpa Indonesia dan harus segera diatasi sebelum berlakunya
Mayarakat Ekonomi Asean pada tahun 2015. Iklim investasi kurang kondusif
yang diindikasikan melalui masalah ruwetnya birokrasi, infrastruktur, masalah
kualitas sumber daya manusia dan ketenagakerjaan (perburuhan) serta korupsi
merupakan sebagian dari masalah yang saat ini masih menyandera pemerintah
Indonesia.
Kendala-kendala
tersebut di atas mengakibatkan Indonesia belum dapat mensejajarkan diri
untuk “tegak sama tinggi dan duduk sama rendah” di antara
negara-negara Asean lainnya. Kekhawatiran ini tercermin melalui pernyataan
Menteri Perdagangan (Mendag) Gita Wirjawan yang menyebutkan bahwa Indonesia
masih harus mengerjakan banyak hal untuk mempersiapkan diri menghadapi
Masyarakat Ekonomi Asean. Menteri ini juga mengakui bahwa Indonesia bukan
satu-satunya negara Asean yang masih memerlukan persiapan lebih banyak.
Kondisi serupa
juga dialami oleh beberapa negara Asean lainnya. Myanmar, misalnya, juga
menghadapi kendala yang tidak jauh berbeda. Bahkan para pengusaha Myanmar
sendiri mengaku belum siap untuk bergabung dalam pasar Masyarakat Ekonomi
Asean.
Kekhawatiran
atas kesiapan semua negara anggota Asean untuk pemberlakuan Masyarakat Ekonomi
Asean juga terungkap melalui suvey yang dilakukan oleh Kamar Dagang Amerika di
Singapura. Survey yang melibatkan 475 pengusaha senior Amerika tersebut
mengungkapkan bahwa 52 persen responden tidak percaya Masyarakat Ekonomi Asean
dapat diwujudkan pada tahun 2015.
Adalah tidak
berlebihan jika kemudian kita memunculkan suatu pertanyaan besar : “Sudah
siapkah Industri Nasional berkompetisi dalam Mayarakat Ekonomi Asean yang lebih
populer dengan istilah Pasar Bebas ASEAN ini pada akhir tahun 2015 nanti?”
Langkah &
Persiapan Menghadapi Era Pasar Bebas Asean.
Berangkat dari
pertanyaan tersebut di atas, pemerintah dituntut untuk segera mempersiapkan langkah & strategi menghadapi ancaman hempasan gelombang
tsunami ekonomi “Masyarakat Ekonomi Asean” dengan menyusun dan menata
kembali kebijakan-kebijakan nasional yang diarahkan agar dapat lebih
mendorong dan meningkatkan daya saing (competitiveness) sumber
daya manusia dan industri di Indonesia. Taraf daya saing nasional ini perlu
segera ditingkatkan mengingat bahwa berdasarkan Indeks Daya Saing Global
2010, tingkat daya saing Indonesia hanya berada pada posisi 75 atau jauh
tertinggal dibanding Vietnam (posisi 53) yang baru merdeka dan baru bergabung
ke dalam ASEAN.
Dengan kata
lain, pemerintah harus segera memperkuat kebijakan & langkah-langkah yangpro-bisnis atau pro-job,
bukan memperkuat kebijakan & langkah populis seperti yang terjadi
belakangan ini yang diindikasikan dengan adanya kenaikan upah minimun regional
(UMP/UMK) yang sangat drastis di beberapa daerah pada awal tahun 2013 ini. Jika
tidak, Indonesia bisa dipastikan hanya akan menjadi pasar potensial bagi negara
ASEAN lainnya, bukannya menjadi pemain utama di kawasan Asean. Indonesia
disebut-sebut sebagai negara paling menarik bagi pengembangan usaha baru, yang
kemudian disusul oleh Vietnam, Thailan dan Myanmar.
Keterlibatan
berbagai pihak, mulai dari para pembuat kebijakan hingga masyarakat umum
sangatlah diperlukan untuk memastikan kesiapan seluruh elemen bangsa dalam
menghadapi pasar bebas yang disebut Masyarakat Ekonomi Asean ini. Berbagai
diskusi atau seminar sudah dilakukan pemerintah dengan melibatkan para
pakar dari berbagai lembaga pemerintah maupun non-pemerintah guna
memastikan kesiapan masyarakat Indonesia menghadapi Pasar Bebas ASEAN 2015 yang
menuntut efisiensi dan keunggulan produk yang lebih kompetitif dan inovatif.
Meski Masyarakat Ekonomi Asean dipandang sebagai sebuah peluang positif bagi
perkembangan ekonomi nasional, namun sejumlah tantangan dan hambatan klasik
yang terus menghantui Indonesia dari waktu ke waktu mesti segera
diatasi. Hambatan dan tantangan mendasar yang perlu dibenahi pemerintah
saat ini, antara lain, mencakup masalah : infrastruktur, birokrasi,
masalah kualitas sumber daya manusia dan masalah perburuhan, sinergi kebijakan
nasional dan daerah, daya saing pengusaha nasional, korupsi dan pungutan
liar yang mengakibatkan ekonomi biaya tinggi (high-cost economy).
Dalam upaya
mempersiapkan diri menghadapi perubahan dan sekaligus mengatasi hambatan &
tatangan tersebut, Pemerintah harus segera merumuskan dan menetapkan
langkah-langkah strategis terpadu dengan melibatkan seluruh komponen bangsa dan
pemangku kepentingan (stakeholder). Di samping itu, pembaruan dan
perubahan (changes)menjadi sebuah kata kunci yang mesti segera
disosialisasikan dan diimplementasikan secara gradual atau bertahap mengingat
kemajukan dan keanekaragaman kareakteristik kehidupan sosial dan ekonomi bangsa
Indonesia.
Akhirnya,
seiring dengan semakin dekatnya tenggat waktu pembentukan Masyarakat Ekonomi
Asean 2015, pemerintah juga harus semakin menggencarkan kegiatan sosialisasi
Masyarakat Ekonomi Asean 2015 kepada seluruh masyarakat, termasuk jajaran
birokrasi di daerah dengan maksud agar tidak terjadinya tumpang-tindih (overlapping) antara
kebijakan nasional dengan kebijakan daerah yang selalu mendasarkan pengambilan
keputusan berbasis otonomi daerah.
Sumber :
http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/16/01/07/o0jjnt382-masalah-utama-mea-adalah-kesiapan-bukan-infrastruktur
https://www.academia.edu/9060383/masyarakat_ekonomi_ASEAN_2015_MEA_2015_