Mungkin beberapa bulan ini krisis nilai tukar rupiah terhadap dolar bisa dikatakan sedang mengalami pelemahan yang berkepanjangan. Hal yang sama juga dialami oleh mata uang beberapa negara berkembang lainnya.
Mengapa
Nilai Tukar Rupiah Melemah ?
Menurut Presiden
Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) menegaskan bahwa melemahnya nilai tukar
rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) akibat faktor internal dan faktor
eksternal.
"Ini
bukan hanya masalah internal tapi juga faktor eksternal seperti krisis di
Yunani, kenaikan suku bunga di Amerika, depresiasi Yuan di Cina dan ada
beberapa negara lain yang mengalami goncangan yang tidak mungkin saya sebutkan
satu per satu," tutur Presiden Joko Widodo setelah pembukaan Munas MUI IX
di gedung negara Grahadi Surabaya, Selasa (25/8/2015).
Presiden
Joko Widodo menambahkan, pemerintah sudah berusaha untuk menjaga agar rupiah
kembali menguat. Salah satunya adalah intervensi Bank Indonesia (BI) dengan
mengeluarkan instrumen-instrumen. Selain itu, Menteri Kordinator (Menko) Bidang
Perekonomian dan Menteri Keuangan telah berusaha menjaga dengan mengeluarkan
beragam regulasi.
"Tapi
ini banyak faktor. Kita harus sadar ada masalah internal dan eksternal,"
imbuh Presiden Jokowi. Dikutip dari liputan6.com.
Apa
Dampak Melemahnya Rupiah ?
Dinamika ekspor-impor
memang berdampak pada nilai tukar mata uang. Ekspor meningkatkan permintaan
atas mata uang negara eksportir, karena dalam ekspor, biasanya terjadi
pertukaran mata uang negara tujuan, dengan mata uang negara eksportir. Pertukaran
ini terjadi karena si eksportir membutuhkan hasil akhir ekspor dalam bentuk
mata uang negerinya agar bisa terpakai dalam usahanya. Sebaliknya, impor
meningkatkan penawaran atas mata uang negara importir, karena dalam impor,
biasanya terjadi pertukaran mata uang negara importir dengan mata uang negara
asal. Karena akhir-akhir ini, impor Indonesia lebih besar daripada ekspornya,
maka situasi ini telah melemahkan nilai tukar Rupiah.
Banyak pihak yang
terpukul atas meningkatnya komoditi ekspor di Indonesia, Pertama adalah
konsumen, terutama konsumen kelas bawah, karena pendapatan mereka tidak bisa
mengimbangi kenaikan harga barang. Kedua pihak-pihak dalam rantai
distribusi komoditi impor mulai dari importir sampai pengecer, karena mereka
menghadapi pasar dalam negeri yang menyusut. Ketiga adalah para usahawan
yang berorientasi pada pasar dalam negeri. Keempat rakyat pekerja yang
sudah terpukul dari sisi konsumsi akibat kenaikan harga barang, juga akan
dijepit dari sisi upah oleh pengusaha yang terjepit oleh kenaikan harga
alat-alat produksi impor, kenaikan nilai utang luar negeri dan penyusutan pasar
dalam negeri.
Namun, anjloknya Rupiah
bukan hanya berdampak pada kenaikan harga komoditi impor saja. Dampak lainnya
yang juga penting adalah kenaikan nominal Rupiah dari utang luar negeri, karena
utang luar negeri dipatok dengan mata uang asing. uang Rupiah yang dimiliki
pengutang harus ditukar dengan mata uang pembayaran utang. Akibatnya, nilai
tukar Rupiah bisa semakin lemah.
Akan tetapi ada pula
pihak yang diuntungkan oleh krisis Rupiah, jika mata uang suatu negara melemah,
maka yang diuntungkan adalah sektor ekspor yang bahan bakunya (sebagian besar)
berasal dari dalam negeri.
Apa
Strategi Mengatasi Pelemahan Rupiah ?
Dampak
dari pelemahan rupiah kali ini telah memukul semua sektor. Tak hanya korporasi
besar, tetapi juga UMKM yang telah mengalami keterpurukan akibat melemahnya
daya beli masyarakat.
Pelemahan
daya beli tersebut, kata Enny, karena harga bahan pokok mengalami kenaikan.
“Betul, ada pengaruh eksternal dan persoalan eksternal. Tetapi ini juga karena
manajemen biaya dari internal,” katanya.
Seperti
diberitakan, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mencatat sebanyak 60.000
pekerja tekstil terpaksa diberhentikan alias terkena PHK. Pelemahan rupiah menekan
laju produksi hingga 35 persen, terutama perusahaan tekstil yang berorientasi
di pasar domestik. Bahkan, perusahaan tekstil yang berorientasi di pasar
domestik sudah banyak yang berhenti produksi.
Ketua
Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo (HT) mengatakan, dampak dari pelemahan
rupiah tersebut paling besar akan dirasakan oleh masyarakat kecil. “Kualitas
hidup mereka turun drastis,” kata HT. Disunting dari Okezone.com.
Untuk
itu, solusinya adalah menggalakan investasi dan belanja pemerintah dipercepat.
Menurutnya tak ada jalan lain lagi. “Semua kebijakan dan praktik yg menghambat
investasi dan belanja pemerintah harus dipangkas,” ungkapnya.
Selain
itu, bank fokus pada pembiayaan sektor produktif, bukan konsumtif. “Proyek
infrastruktur yang dipegang broker dan tidak dikerjakan, dialihkan ke BUMN yang
relevan agar bisa berjalan,” tutur pria asal Jawa Timur tersebut.
Dia
menambahkan, hal lain yg harus diantisipasi adalah penerimaan pajak yang akan
berkurang banyak akibat lesunya ekonomi. Untuk itu dibutuhkan alternatif
pembiayaan.
Untuk
mengatasi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, lanjut HT, ada empat
hal yang diperlukan. Pertama adalah tingkat kepercayaan meningkat. Kedua, nilai
ekspor lebih tinggi dari impor. Ketiga, investasi masuk dari luar dan dalam
negeri. Keempat, tidak terjadi capital flight. “Tidak ada capital flight dari
dalam ke luar negeri. Bahkan sebaliknya yang harus terjadi,” terangnya.
Kepercayaan
terhadap pemerintah penting bagi para pelaku usaha. Sebab, dalam kondisi
kepanikan banyak dana justru akan keluar Indonesia. “Kalau kredibilitas
pemerintah ada, maka akan menimbulkan keyakinan atau menenangkan para pelaku
usaha. Minimal kegiatan spekulasi bisa diredam,” tutur Enny. Menurutnya,
mengembalikan kepercayaan tidak bisa hanya dengan kata-kata, namun harus
dibuktikan dengan tindakan.
Riferensi :
- https://manajemenkelasj.wordpress.com/category/nilai-tukar-rupiah/
- http://bisnis.liputan6.com/read/2301514/jokowi-rupiah-melemah-akibat-2-faktor
- http://economy.okezone.com/read/2015/08/26/20/1202637/dampak-pelemahan-rupiah-lebih-buruk-dari-1998